Harvard Business School tentang Manajemen Krisis Covid-19: “Tak Ada Jawaban Terbaik, Yang Ada Proses Terbaik”

Photo from Pixabay

Salah satu hal positif dari krisis Covid-19 yang kita hadapi saat ini adalah, munculnya berbagai inisiatif untuk bekerjasama dan berbagi, dalam berbagai bidang dan berbagai tingkatan masyarakat.

Atas informasi dari seorang rekan konsultan, saya mendapatkan informasi tentang kursus gratis secara daring bagi para pemimpin yang diselenggarakan oleh Harvard Business School (HBS) pada tanggal 24 Maret 2020 lalu. Saya sendiri hanya mengikuti versi rekamannya yang bisa diakses pada link berikut ini (https://www.alumni.hbs.edu/events/Pages/crisis-management.aspx).

Kursus dengan topik “Covid-19 sebagai Kejadian Luar Biasa dan Kerangka Kerja Manajemen Risiko” ini dibawakan oleh Profesor Dutch Leonard dan Profesor Bob Kaplan sebagai bagian dari Program “Manajemen Krisis bagi Para Pemimpin” dan diikuti oleh sekitar 1500 peserta.

Saya menampilkannya di sini dengan anggapan bahwa kursus ini penting untuk diketahui banyak pihak di Indonesia, terutama para pemimpin di bidang pemerintahan, swasta maupun sosial-kemasyarakatan, karena pendekatan yang ditawarkannya cukup relevan untuk berbagai jenis organisasi.

Seperti disampaikan oleh Profesor Leonard, Covid-19 memang merupakan fenomena medis, namun “Krisis Covid-19” sudah melampaui batas-batas wilayah medis. Ini menyebabkan, para pemimpin dalam berbagai bidang harus mengelolanya sebagai sebuah kesatuan proses (yang dapat meliputi kesehatan, keuangan, ekonomi, psikologi, logistik dan sebagainya) secara terintegrasi dan komprehensif.

Memahami dan Menerima Covid-19 sebagai Peristiwa Luar Biasa yang Belum Ada Presedennya

Sebagai sebuah peristiwa luar biasa dan baru dan dengan skala global, tak ada ahli atau konsultan yang saat ini bisa dengan percaya diri mengklaim bisa memberikan resep paling ampuh untuk menghadapi Krisis Covid-19. Berbagai pelajaran penting bisa saja diperoleh dari penanganan Covid-19 di Tiongkok atau negara-negara lain dengan tingkat penyebaran virus yang relatif lebih rendah, namun ada banyak variabel berbeda di setiap negara yang tak bisa serta-merta diaplikasikan secara seragam di setiap negara.

Intinya, menurut Profesor Leonard dan Profesor Kaplan, tantangan utama yang kita hadapi adalah bahwa “Krisis Covid-19 ini berada di luar kapasitas, sumber daya dan pengetahuan kita.”

Kita sering mendengar bahwa rumah sakit kekurangan fasilitas kamar dan perlengkapan, para dokter dan perawat kekurangan alat pelindung diri (APD). Ketersediaan dokter dan perawat pun tak memadai. Ini terjadi di semua negara. Dari sisi pengetahuan, terdapat ketidakpastian terhadap konsekuensi dari krisis ini serta ketidakpastian terhadap frekuensi penyebaran virusnya sendiri.

Kita berada dalam situasi yang berubah dengan cepat, di bawah tekanan serta diliputi dengan ketakutan. “Inilah yang dinamakan krisis kepimpinan. Inilah yang disebut dengan the new normal (keadaan “normal” yang baru).”

Apa yang Dapat Dilakukan Para Pemimpin?

Dalam situasi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya, tak ada jawaban pasti yang siap pakai dan dapat digunakan dalam berbagai situasi. “Yang dapat kami tawarkan adalah proses terbaik,” ungkat Profesor Leonard.

 Tiga hal penting yang disarankan Profesor Leonard dan Profesor Kaplan bagi pemimpin sebelum memulai proses pengelolaan dan mengeksekusi kebijakan, adalah:

  1. Kendalikan tekanan untuk memberikan solusi atau jawaban secepat-cepatnya (kebanyakan akan menghasilkan keputusan yang salah).
  2. Ingatkan diri anda dan orang lain, bahwa: (i) kita belum sepenuhnya mengerti situasi yang sedang terjadi, (ii) perubahan-perubahan masih akan terus terjadi, dan (iii) akan butuh waktu untuk mempelajari atau mengembangkan pendekatan-pendekatan terbaik.
  3. Aktivasikan proses terbaik yang bisa Anda lakukan bersama “orang-orang terbaik” yang mungkin Anda rekrut atau libatkan.

Terkait dengan poin kedua, Profesor Leonard mengutip saran yang pernah diberikan Laksamana Madya James B. Stockdale yang pernah menjadi tahanan perang di Vietnam selama tujuh tahun, yaitu bahwa dalam situasi yang sulit, pemimpin harus: “(1) sangat jujur menyampaikan situasi yang sedang dihadapi, namun (2) harus memberikan harapan dengan dasar-dasar yang rasional.”

(Lebih jauh tentang kepemimpinan Stockdale dapat dilihat dalam artikel “Lessons in Stoic Leadership” yang dipublikasikan oleh United States Naval Institute berikut pada link di sini).

Selain itu, lanjut Profesor Leonard, terdapat tiga elemen kunci dalam berbagai pendekatan yang akan dijalankan:

  1. Struktur (atau susunan tim yang akan mengeksekusi berbagai kebijakan yang diputuskan).
  2. Orang-orang terbaik yang dilibatkan.
  3. Metode penyelesaian masalah (problem-solving method) yang akan digunakan.

Proses Pengelolaan Krisis yang diusulkan oleh Profesor Leonard dan Profesor Kaplan adalah sebagai berikut:

I. Bentuk Tim Khusus Pengelolaan Krisis yang akan Mengawal Proses

  1. Tim ini akan mengawasi semua aspek dari krisis yang sedang terjadi (medis, finansial, logistik dan ekonomi).
  2. Tim ini akan mengidentifikasi dan memahami perkembangan berbagai isu dan prioritas yang saling berkompetisi (yang kesemuanya penting pada saat bersamaan).
  3. Tim ini akan melakukan reframing berbagai isu atau persoalan menjadi daftar “pertanyaan” dan berbagai “keputusan”.
  4. Tim ini akan memfasilitasi pembahasan terhadap berbagai pertanyaan kunci dan keputusan tadi.
  5. Tim ini akan memformulasikan dan mendelegasikan penyelesaian masalah yang spesifik pada kelompok yang lain (untuk mengelola beban yang berlebihan).

Jika situasi menuntut demikian, “tim ini dapat bertemu setiap hari.” Sebaiknya, terdapat “tim inti, yang terdiri dari 10 hingga 15 orang” yang akan mengambil berbagai keputusan strategis. Namun prosesnya, dapat dilakukan secara transparan dengan melibatkan lebih banyak orang. Dengan  cara demikian, mereka yang mengikuti pembahasan, dapat mengetahui dan mendukung proses yang sedang berlangsung.

II Kumpulkan Orang-Orang yang Tepat – Cari dan Libatkan Tiga Kelompok berikut:

  1. Orang-orang yang memahami organisasi/lembaga/perusahaan anda, mengerti pemangku kepentingannya dan sistem operasinya.
  2. Orang-orang yang memiliki keahlian dalam bidang epidemiologi, obat-obatan, kesehatan masyarakat dan kebijakan publik.
  3. Orang-orang yang dapat mewakili dan memahami prioritas-prioritas utama organisasi/lembaga/perusahaan anda, termasuk nilai-nilai dan konstituensinya.

“Lakukan berbagai perubahan dalam tim, seiring dengan perubahan-perubahan situasi yang terjadi pada saat krisis,” saran Profesor Leonard.

Selain “Tim Inti”, buat juga “Kelompok Kerja” dan “Daftar Rencana” untuk dieksekusi.

III. Lakukan Pembahasan Berulang (Iterasi) dengan Pendekatan Agile Problem-Solving (penyelesaian masalah secara dinamis)

  1. Pahami situasi yang terjadi – Ditulis secara deskriptif.
  2. Kembangkan berbagai pilihan – Intinya mendorong proses kreatif.
  3. Perkirakan outcome dari setiap pilihan – Secara singkat dan analitik.
  4. Buat rencana aksi terbaik – Agar memudahkan eksekusi.
  5. Eksekusi – Dengan dukungan administratif.

Namun, sebelumnya atau yang seharusnya menjadi poin “0”: Tentukan tujuan, prioritas dan nilai-nilai yang hendak dicapai – hal-hal ini, sesungguhnya, harus menjadi yang paling awal dirumuskan.

Menurut Profesor Leonard, “nilai-nilai” di setiap organisasi tentu berbeda. Tapi, intinya, nilai-nilai adalah hal-hal yang takkan berubah, yang menjadi identitas sejati organisasi kapanpun dan dalam situasi apapun. Saya membayangkan, dalam konteks negara, hal itu bisa berarti “keadilan, kerjasama antar pemangku kepentingan, keterbukaan, dan pengambilan keputusan berbasis meritokrasi/hikmat-kebijaksanaan.”   

IV. Ciptakan Berbagai Kondisi untuk Mendukung Agile Problem-Solving yang Sukses

  1. Fasilitasi terjadinya diskusi dan pembahasan yang efektif.
  2. Pastikan diversifikasi, baik gagasan maupun keterwakilan suara.
  3. Ciptakan kondisi keamanan atau kenyamaan psikologis (perbedaan gagasan harus dihormati).
  4. Bangun situasi perumusan gagasan bersama, bukan untuk mengadvokasi gagasan tertentu.

V. Eksekusi Aksi yang Disepakati, Tapi Perlakukan Itu Sebagai Sesuatu yang Tentatif dan Eksperimental

  1. Dalam situasi yang normal dan rutin, jawaban-jawaban yang teruji, terbukti benar, efisien dan efektif merupakan ekspektasi bersama yang wajar.
  2. Namun, dalam situasi yang belum pernah ada presedennya seperti Krisis Covid-19 saat ini, apapun yang kita lakukan adalah eksperimen yang langsung dipraktekkan secara riil.

VI. Tentukan Ekspektasi-Ekspektasi yang Masuk Akal

  1. Bukan yang terbaik, tapi upaya-upaya terbaik.
  2. Belajar dengan cepat – ini adalah pilihan yang lebih baik dibandingkan tidak belajar atau belajar dengan lambat.
  3. Tidak semua hal yang kita coba, bisa memberikan hasil yang memuaskan – namanya juga eksperimen.
  4. Kita semua harus terus bekerja dan berupaya sampai mendapatkan hasil terbaik yang mungkin diperoleh – tak usah memusingkan sampai kapan.

Apa yang Masih Akan Kita Hadapi Ke Depannya?

Tidak ada yang tahu pasti. Tapi, cobalah mengantisipasi berbagai tantangan berikut – daripada tidak melakukan persiapan apapun, meskipun sebatas persiapan mental:

  • “Isu-isu atau persoalan-persoalan baru akan terus bermunculan.”
  • “Berbagai prioritas penting akan saling berbenturan.”

Tapi, yang masih berada dalam kendali kita untuk dilakukan…

  • “Percaya pada proses yang sedang kita jalani.”
  • “Dekati masalahnya secara berulang-kali, terus-menerus.”

Terakhir, Profesor Leonard dan Profesor Kaplan, berpengharapan besar pada para pemimpin di manapun yang sedang berjuang mengatasi krisis yang kita semua hadapi saat ini: “Kami menaruh keyakinan kami, dalam kepemimpinan kalian semua.”

Terima kasih sudah berbagai Profesor – terbukti kita lebih baik daripada dinosaurus!