Socrates: Hidup Yang Tak Teruji Tak Layak Dijalani

Melalui Plato, kita mengenal sosok Socrates yang jenius dan superior dari sisi intelektual. Namun, melalui Xenophon, muridnya yang lain, Socrates tampil sebagai sosok yang bijaksana.

“Dialog-dialog Socratic” ia gunakan untuk mempersuasi, dan kadang-kadang memprovokasi, lawan bicaranya untuk memiliki pemahaman dan kesadaran baru. Lebih dari itu, Socrates mengajak kita untuk bangkit dan menjadi kuat – secara mental maupun intelektual.

Kehidupan yang layak diraih dengan bekerja keras. Hanya dengan begitu, kita sebagai individu maupun sebagai bangsa, bisa mencapai kemajuan. Socrates, seperti kata Profesor Michael Sugrue, adalah the living voice, walaupun sudah lebih dari dua milenia sejak kematiannya, seruannya masih relevan hingga hari ini.

Seneca tentang Singkatnya Kehidupan dan Bagaimana Menjalani Hidup Tanpa Bergantung pada Nasib

De Brevitate Vitae adalah karya yang wajib dibaca bagi siapapun yang hendak mengenal Seneca. Jika Anda tak berkesempatan membaca ratusan surat dan esainya yang lain, bacalah yang satu ini.

Bukan saja karena terdapat banyak kalimat “layak kutip”, tapi juga karena topik yang dibahas relevan untuk semua orang dengan berbagai latar belakang. Buat pemimpin, tapi juga buat awam.

Sebab, sekali atau mungkin beberapa kali, dalam hidup kita, kita pasti akan dihadapkan pada pertanyaan ini: “apakah kita telah menjalani hidup sebaik-baiknya?”

Belajar Kepemimpinan dari Epictetus IV: Membaca Enchiridion (34-53) – Selesai

Jarang-jarang ada buku filsafat dalam bentuk “pedoman praktis” seperti Enchiridion – yang artinya memang buku pedoman.

Beruntung Arrian, murid Epictetus menyajikannya untuk kita dan terbukti mampu menginspirasi banyak pemimpin dunia,

Seperti halnya pedoman atau manual lain yang ada – misalnya manual menyetir mobil – Anda tidak akan bisa menguasai keahlian yang diajarkan dalam sebuah manual hanya dengan membacanya. Praktek tetap harus dilakukan.

Belajar Kepemimpinan dari Epictetus III: Membaca Enchiridion (22-33)

Jarang-jarang ada buku filsafat dalam bentuk “pedoman praktis” seperti Enchiridion – yang artinya memang buku pedoman.

Beruntung Arrian, murid Epictetus menyajikannya untuk kita dan terbukti mampu menginspirasi banyak pemimpin dunia,

Seperti halnya pedoman atau manual lain yang ada – misalnya manual menyetir mobil – Anda tidak akan bisa menguasai keahlian yang diajarkan dalam sebuah manual hanya dengan membacanya. Praktek tetap harus dilakukan.

Belajar Kepemimpinan dari Epictetus II: Membaca Enchiridion (1-21)

Jarang-jarang ada buku filsafat dalam bentuk “pedoman praktis” seperti Enchiridion – yang artinya memang buku pedoman.

Beruntung Arrian, murid Epictetus menyajikannya untuk kita dan terbukti mampu menginspirasi banyak pemimpin dunia,

Seperti halnya pedoman atau manual lain yang ada – misalnya manual menyetir mobil – Anda tidak akan bisa menguasai keahlian yang diajarkan dalam sebuah manual hanya dengan membacanya. Praktek tetap harus dilakukan.

Belajar Kepemimpinan dari Epictetus: “Budak” Paling Berpengaruh di Dunia

Kebijaksanaan yang dibutuhkan oleh para pemimpin sejati, tidak bisa diperoleh secara instan. Mempelajarinya butuh proses panjang.

Salah satu pelajaran tersebut berasal dari Epictetus, seorang “budak” yang pandangannya telah mempengaruhi banyak tokoh dunia – mulai dari Kaisar Roma Marcus Aurelius, Descartes hingga para pemimpin politik seperti Thomas Jefferson dan Theodore Roosevelt.

Pelajaran Epictetus juga menjadi inspirasi bagi James B. Stockdale, pilot angkatan laut AS ketika ditahan dan disiksa selama 7 setengah tahun sebagai tahanan perang Vietnam (1965-1973).

Bersyukur dan Melihat Kebaikan di Balik Setiap Situasi

Hidup sederhana dan menjalankan kebajikan itu bukan teori belaka. Saya beruntung menyaksikan contoh nyata di lingkungan keluarga terdekat saya.

Jauh sebelum saya belajar tentang psikologi, filsafat serta agama, ayah saya Johanes Albert Tuturoong (22 Februari 1942 – 3 November 2010) telah menjalani kehidupan yang sederhana. Sampai akhir hayatnya.

Sepengetahuan saya, ia tidak pernah belajar filsafat secara formal. Tapi, tiga prinsip dalam hidupnya adalah: menjunjung tinggi etika, selalu bersyukur dengan melihat kebaikan di balik setiap situasi, dan mengoptimalkan peluang apapun yang tersedia di hadapannya.

Pelajaran dari Marcus Aurelius dan Kaum Stoa Ketika Badai Krisis Tiba

Marcus Aurelius adalah Kaisar Roma legendaris yang dikenal karena kebijaksanaannya.

Di masa hidupnya, ia menghadapi berbagai krisis besar. Salah satunya Wabah Antoninus yang merenggut 5 juta jiwa bangsa Romawi.

Menghadapi krisis yang demikian ia menawarkan sebuah metode berpikir dan cara pandang yang menarik dan relevan untuk kita.

Cara pandangnya berakar dari Stoikisme, yang menempatkan kebajikan sebagai hal tertinggi yang harus dipraktekkan dalam segala situasi.